KATA BAGUS

Terbanglah sebebas burung di udara, berpikirlah untuk menjadi yang terdepan,.,!

Serba serbi

hidup adalah sebuah kesempatan untuk mencapai sebuah kemuliaan

Ads 468x60px

Featured Posts

Senin, 26 Oktober 2009

peran islam dalam Ilmu pengetahuan

Menurut Ibnu Khaldun , Sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi. Dalam hakikat sejarah, terkandung pengertian observasi dan mencari kebenaran (tahqiq), keterangan yang mendalam tentang sebab dan asal benda wujud serta pengertian dan pengetahuan tentang substansi, essensi dan sebab-sebab terjadinya peristiwa.Sejarah membuat kita paham akan hal-ikwal bangsa-bangsa terdahulu, yang merefleksikan diri dalam perilaku kebangsaan mereka, sejarah membuat kita mengetahui biografi, jejak historis, kebijaksanaan para pemimpin jaman dulu . Sehingga menjadi sempurnalah faedah dalam memcari solusi masalah agama dan dunia .[1]

Sejarah islam membuktikan banyaknya para cendikiawan Muslim yang banyak memberikan Kontribusi dalam pengembangan ilmu di percaturan ilmu pengetahuan dunia. Yang ilmunya tidak kalah dengan para ilmuwan barat, yang keberadaannya tidaklah seterkenal ilmuwan barat. Pada abab pertengahan hidup para pakar-pakar cendikiawan muslim seperti Ibnu Sina yang terkenal dengan bukunya Qanun Fi Attib (the Canon) yang disebut-sebut sebagai inspirator utama kebangkitan barat dalam ilmu kedokteran, sampai sekarang pun keberadaan Avicenna nama lain dari Ibnu Sina (750 – 1450 M) masih fenomenal, di internat pun ada situs yang khusus membahas kehidupan dan pemikiran ibnu Sina. Selain itu Islam juga mengenal Penemu Gaya Gravitasi Al-Biruni, Bapak Sosiologi Politik Ibnu Khaldun, Jabir ibnu Hayyan sebagai penemu Ilmu Kimia, Ada Ibnu Zuhr bapak Parasitologi dan pelopor Tracheotomi, Ibnu Majid penemu Kompas dan Navigator. Al-Khawarizmi (bapak aljabar dan geografi), Abu Al-Zahrawi (bapak bedah, penemu hemofilia), Ibnu Haitham (penemu teknik fotografi, optik dan energi solar), Ibnu Rusyd (perintis ilmu jaringan tubuh), Ibnu Nafis (penemu peredaran darah paru-paru), dan lain-lain. Namun kadang mereka jarang disebut-sebut dalam khazanah pendidikan kita, kalau sekarang murid-murid menengah pertama ditanya siapakah penemu peredaran darah , mereka akan menjawab William harvey.

Mencari Ilmu adalah kewajiban sebagai umat muslim, Alquran menempatkan orang yang berilmu dalam derajat yang tinggi, ketika selesai Allah memberi tutor kepada Adam nama-nama benda seluruhnya , maka diperintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam. Dan Pada hari kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan darah syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.

Kalau ada Hadiah Nobel pada zaman mereka lahir, mungkin sudah banyak penerima nobel dari kalangan dunia islam. Dalam perjalanan nobel sejak 100 tahun silam baru ada empat orang penerima nobel dari umat muslim , mereka adalah Presiden Mesir Anwar Sadat tahun 1978, sastrawan Mesir Nagib Mahfudz tahun 1988, Abdus Salam dari pakistan , dan yang terakhir ilmuwan asal Mesir yang menetap di AS, Ahmad Zuwaeli asal Mesir. Dua yang pertama mendapatkah Penghargaan Nobel di bidang perdamaian dan sastra. Sedangkan Abdus Salam di bidang fisika dan Zuwaeli ,yang juga hafiz Quran, ahli di bidang kimia

Nobel adalah penghargaan yang diperakarsai oleh Alfred Nobel (1833-1896), sejak tahun 1901 untuk 5 bidang ilmu pengetahuan seperti kimia, fisika, sastra, ekonomi dan perdamaian. Ilmuawan yang menerima adalah orang-orang yang dianggap paling berjasa bagi umat manusia.

Sebelum kita membicarakan pakar-pakar pengetahuan muslim kita ada baiknya kita mengemukakan sedikit gebrakan apa saja yang terjadi dikalangan umat islam sejak kepemimpinan khulaufaur Rasyidin dan zaman bani umayah dan bani Abbasiyah. Bicara cendikiawan muslim, berkaitan erat dengan siapa yang saat itu berkuasa. Khalifah dan para Pemimpin adalah orang-orang yang memfasilitasi perkembangan ilmu, semakin sadarnya seorang pemimpin akan pentingnya ilmu pengetahuan , maka makin berkembanglah ilmu pengetahuan pada zaman tersebut. Tercatat Khalifah Harun Ar-rasyid, Al-makmun, termasuk khalifah dari Bani abbasiah yang turut andil dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Harun Al-rasyid adalah khalifah yang memanfaatkan kekayaan negara untuk mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan kedokteran, dan lembaga pendidikan farmasi , serta pemandian umum. Jaman itu umat islam memiliki 800 orang dokter.

Khalifah Harun al-Rasyid mendirikan Khizanat al-Hikmat yang berfungi sebagai perpustakaan yang kemudian zaman Al-makmun namanya diubah menjadi Baynt al-Hikmat.(abad 9 M)

Jaman al-Makmun, Khalifah ini mempekerjakan Muhammad Ibn-Musa Al-khawarijmi dalam bidang aljabar dan astronomi untuk mengelola Baynt al Hikmah (Perpustakaan besar ) ini dijadikan tempat penterjemahan buku-buku filsafat karya Galen, Aristoteles dan plato. Dan ditempat ini juga terdapat observatorium astronomi untuk meneliti perbintangan.

Puncak kejayaan pemerintah bani Abbas berada pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya Khalifah Al-Makmun yang disebut jaman Keemasan Islam (The Golden Age of Islam). Pada tahun 800 Bahdad menjadi kota metropolitan dan kota utama umat Islam, serta pusat perdagangan ekonomi dan politik dan berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Dan sebagai raja yang besar zaman itu hanya karel Agung (742-814 ) di Eropa yang dapat menjadi bandingannya.

Dan perlu kita ketahui bahwa ada 2 peran paling penting dalam perkembangannya.

Yang pertama : Menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek

adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan. Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

Sedangkan paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Yang kedua : menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Jadi memang jelas sudah bagaimana keseimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama yang akan mengahasilkan sebuah keserasian yang baik untuk keselamatan hidup manusia didunia dan di akhirat. Maka tidak heran sebuah negara yang menjadikan islam sebagai landasan utama dalam segala hal maka akan berkembang dan maju seperti yang terjadi pada masa Rasulullah, kekhalifahan dalam dunia islam, yang mana iptek sangat berkembang dan tidak lupa akan landasan kepada agamanya atau berujuk kepada Al qur’an dan Hadist.



[1] Muqaddimah Ibn khaldun penerjemah Ahmadie Thoha, Pustaka Firdaus jakarta tahun 2000